PESAN DARI
IBADAH QURBAN
Oleh : Lutfil
Mujid, S.Pd.I
الله أكبر 9x
اَلْحَمْدُ
لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ
اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Puji dan
syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan
kepada kita dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita sendiri tidak akan
mampu menghitung secara rinci tentang kenikmatan-kenikmatan itu. Karenanya
dalam konteks nikmat, Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk
menghitung tapi mensyukurinya. Kehadiran kita pada pagi ini dalam pelaksanaan
shalat Idul Adha bersamaan dengan kehadiran sekitar tiga sampai empat juta
jamaah haji dari seluruh dunia yang sedang menyelesaikan pelaksanaan
ibadah haji di Tanah Suci merupakan salah satu dari tanda syukur kita kepada
Allah Swt.
Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga,
sahabat,kerabat dan para pengikuti setia serta para penerus dakwahnya hingga
hari kiamat nanti. Semoga kita semua ini termasuk dari umat beliau, ummat
dakwah ijabah yang kelak akan mendapat syafaatnya di hari akhir nanti.
Allahu
akbar3X…
Ma’ashirol haadirin
rahimakumullah.
Pada hari
ini jutaan kaum muslimin berduyun-duyun menuju musholla / tempat sholat
baik kelapangan atau ke masjid untuk memuji keagungan Allah. Bersimpuh sembari
menghaturkan pinta kepada Tuhan semesta alam ini. Setelah semalam suntuk
berdzikir menyeru kebesaran Allah lewat bacaan takbir dan tahmid yang
mengalun dan mengalir lewat mulut-mulut ikhlas pengharap ridhonya semata.
Allahu akbar
3X…..
Jamaah
sholat id yang dimuliakan oleh Allah.
Sebagai
seorang muslim yang cinta terhadap syariat nabiyullah Muhammad Saw,
kita dianjurkan untuk mengorbankan sebagian harta kita dijalan Allah dengan
jalan menyembelih binatang ternak dalam rangka taqorrub kepada Allah Swt.
Bahkan Rasulullah mengancam orang-orang yang memiliki kemampuan tapi
tidak mau berqurban dalam sabdanya:
من كان له ساعة ولم يضح فلا يقربن
مصلانا
Barangsiapa
memiliki keluasan rizki dan ia tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati
tempat sholatku (HR
Tirmidzi dengan sanad shahih ).
Berawal dari
hadits inilah para ulama berselisih pendapat tentang hokum berqurban, Imam
Hanafi menegaskan bahwa berqurban hukumnya wajib bagi orang yang mampu,
sementara Imam Syafii berpendapat hukumnya sunnah muakkad.
Meskipun
hukumnya sunnah, namun ibadah qurban mengandung nilai filosofis yang sangat
dalam, karena pada hakekatnya qurban adalah ujian loyalitas keimanan kita
kepada Allah, kita sering mengaku sebagai seorang mukmin yang sejati,akan
tetapi pernyataan kita tersebut belum dianggap oleh Allah jika belum diadakan
ujian loyalitas keimanan dan salah satu dari ujian itu adalah perintah
berqurban. Mampukah kita dan maukah kita menyisihkan kebutuhan-kebutuhan kita
yang lain dan lebih mendahulukan berqurban ?. Oleh karena itu Allah berfirman :
أَحَسِبَ
النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah
manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan untuk berkata,” kmi beriman.”
Sementara mereka tidak diuji. (Qs Al-Ankabut:2).
Ujian adalah
bukti dari keimanan, ujian juga simbol sayang sang penguji kepada hambanya dan
ujian juga ajang untuk mencetak seseorang menjadi lebih berkualitas.
Kalau kita
lihat dalam sejarah, tidak ada satu orang besarpun didunia ini yang meraih masa
keemasannya tanpa melalui ujian sedikitpun. Panutan kita yang mulia, Rasulullah
Saw harus mendapatkan ujian dari Allah semenjak beliau masih dikandungan,
dengan wafatnya ayah tercintanya, umur enam tahun harus rela melanjutkan
hidupnya tanpa kasih seorang ibu yang juga meninggalkannya. Musa Alaihissalam,
harus merasakan ujian yang hebat saat ia baru saja merasakan segarnya udara di dunia,
sebab ia harus dihanyutkan ke sungai NIL oleh ibunya pada hari kelahirannya
untuk menghindari kekejaman tentara fir’aun. Isa Alaihissalampun harus terlahir
di Baitullahmin sebuah tempat dekat kandang ternak, karena ibundanya terusir
dari kampung halamannya.
Ujian-ujian
yang diberikan oleh Allah pada hakekatnya adalah jalan yang diberikan oleh
Allah untuk membuat hambanya menjadi orang pilihan.
Ma’ashirol
muslimin rahimakumullah
Disamping
itu qurban juga berarti sebuah tekad untuk berani meninggalkan dan menyembelih
nafsu duniawi kita dalam rangka mengabdi dengan total kepada allah Rabbul
Izzati. Kesenangan kita terhadap dunia akan menghalangi kedekatan kita kepada
Allah Swt, oleh sebab itu Malik Bin Dinnar pernah berkata :
حب الدنيا
رأس كل خطيئة
Cinta dunia
adalah biang dari segala kesalahan.
Oleh sebab
itu, kecintaan kita terhadap dunia harus disembelih agar kita bisa mendekat
kepada Allah Swt. Islam tidak melarang umatnya untuk mencari dunia bahkan Allah
cinta kepada umat ini yang mau bersusah payah mencari rizki yang halal,
sebagaimana sabda Nabi :
ِانَّ اللهَ تَعَالىَ يُحِبُّ
أَنْ يَرَى تَعِبًا فىِ طَلَبِ الْحَلاَلِ
Sesungguhnya
Allah cinta (senang) melihat hambanya lelah dalam mencari yang halal (HR. Ad
Dailami).
Islam hanya
melarang kita untuk mencintai dunia, sebab jika kita sudah jatuh cinta pada
dunia, maka kita akan melakukan dan menghalalkan segala cara untuk meraih dunia
itu sendiri.
Ma’ashirol
muslimin rahimakumullah.
Allahu akbar
3X laailaha illallah wallohu akbar walillahilhamdu.
Binatang
qurban yang kita sembelih hanyalah simbol yang tidak akan pernah diperdulikan
dan dinilai oleh Allah bila tidak didasari niat yang bersih dan ikhlas, dimana
hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya :
لَن يَنَالَ
اللَّهَ لُحُومُهَاوَلَا دِمَاؤُهَاوَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ
سَخَّرَهَالَكُمْ لِتُكَبِّرُوااللَّهَ عَلَى مَاهَدَاكُمْ
وَبَشِّرِالْمُحْسِنِينَ
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” ( Al hajj :37 )
Ibnu Abbas
menafsirkan kata taqwa pada ayat di atas dengan niat. Niat yang
suci dan ikhlaslah yang dapat mencapai ridho Allah, bukan karena riya atau
sombong. Kalau kita kembali buka sejarah, kita akan dapati bagaimana habil
putra Adam as, ketika mendapat perintah untuk mempersembahkan qurban sebagai
bentuk pengabdian kepada Allah, maka ia dengan penuh keikhlasan dan ketulusan
memilih hewan ternak terbaiknya untuk dipersembahkan kepada Tuhannya, Allah
Azza wajalla. Sebab ia sadar bahwa Allah itu maha baik dan tidak akan menerima
kecuali yang baik-baik semata. Hingga karena niat dan keikhlasannya itulah Allah
swt berkenan menerima qurban yang dilakukan oleh Habil.
Hal ini
berbeda dengan apa yang dilakukan oleh saudaranya yang bernama Qabil, dia
merespon perintah Allah dengan keterpaksaan dan niat yang buruk, maka ia pun
mempersembahkan hasil pertanian terburuk yang ia miliki dan akhirnya Allahpun
menolak qurbannya.
Ma’ashirol
muslimin
Qurban juga
merupakan simbol ketakwaan dan ketaatan kita kepada Allah swt, perintah ini
berawal dari bisikan Allah swt yang mengusik tidur abal anbiya’ Ibrahim As.
Allah memberikan wahyu lewat Ru’yah shodiqoh kepada Ibrahim agar menyembelih
putra semata wayangnya yang bernama Ismail. Ketika Ibrahim terjaga dari
tidurnya, ia mengira bahwa apa yang mengganggu tidurnya adalah sebuah bisikan
dari syaithan sebab sangat tidak mungkin Allah swt yang Maha penyayang dan
pengasih memerintahkannya untuk menyembelih putra yang telah lama
dinanti-nantikannya tersebut. Di sini Ibrahim As, merespon perintah Allah
tersebut dengan akalnya ( ta’aquliy ), lalu dia menampik perintah tersebut
lantaran tidak bisa diterima logika. Akan tetapi ketika Allah kembali
mengusiknya dengan mimpi yang sama sampai tiga kali. Ibrahim Khalilullah ini
mencampakkan akalnya dan menerima perintah Allah tersebut secara
Taabbudiy,sebagai wujud ketundukan dan kepatuhan kepada Allah Swt.
Sehingga
dikala ia dengan sabar dan penuh keikhlasan menjalankan perintah Allah
tersebut, Allah bangga kepadanya dan mengganti tubuh anaknya dengan kambing
kibas dari surga. Sebuah indikasi bahwa apabila kita bisa bersabar dalam
menghadapi ujian dan musibah dari Allah dan ridho serta ikhlas dalam
menjalaninya, bukan saja kita mendapat pahala dari Allah, namun Allahpun akan
memberikan ganti dengan yang lebih baik.
Ibadah
qurban juga mengandung pesan kepada kita agar memiliki jiwa sosial dan peka terhadap
penderitaan sesama. Pendistribusian daging qurban kepada kalangan fuqoro wal
masaakin agar mereka dapat menikmati kegembiraan yang sama di hari raya ini
adalah simbol agar kita mau berbagi dengan mereka serta ikut meringankan beban
hidupnya bukan hanya pada hari-hari tertentu saja, akan tetapi setiap saat dan
setiap waktu saat kita diberikan kemampuan oleh Allah Swt. Spirit qurban
hendaknya tidak berlaku instan, artinya jika pada hari ini kita dengan kerelaan
hati mengeluarkan sedikit harta kita untuk faqir
miskin, maka dihari-hari setelah ini kita mestinya tetap memilki rasa empati
terhadap saudara kita yang kekurangan dengan cara membantu dan menyantuninya.
Apabila semangat ini terus menyala di hati setiap orang yang berqurban, maka
insya Allah kemiskinan yang saat ini menjadi momok bangsa ini akan dapat
dientaskan.
Momentum
Idul Adha sekarang ini yang teraplikasi dengan pelaksanaan ibadah haji dan
qurban merupakan saat yang tepat untuk memacu diri kita berusaha lebih keras
dan sungguh-sungguh agar terwujud negeri yang baik dan memperoleh ridha Allah
Swt. Untuk itu, marilah kita tutup khutbah Ied kita pada hari ini dengan sama-sama
berdo’a:
اَللَّهُمَّ
انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ
الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا
فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ
وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا
دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى
فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ
وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
اَللَّهُمَّ
اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ
وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ
بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا
وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا
وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى
دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ukhuwah Islamiyah
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله
أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي
بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى
الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar
3X Walillahilhamdu.
Jamaah
Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Puji dan
syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan kenikmatan
kepada kita dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir pada pagi
ini dalam pelaksanaan shalat Idul Adha. Kehadiran kita pagi ini bersamaan
dengan kehadiran sekitar tiga sampai empat juta jamaah haji dari seluruh dunia
yang sedang menyelesaikan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Semua ini
karena nikmat terbesar yang diberikan Allah swt kepada kita, yakni nikmat iman
dan Islam.
Shalawat dan
salah semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad saw, beserta keluarga,
sahabat dan para pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat
nanti.
Allahu Akbar
3X Walillahilhamdu.
Kaum
Muslimin Yang Berbahagia.
Idul Adha
yang kita rayakan dari tahun ke tahun selalu memberi makna dan pelajaran yang
amat berharga bagi kita, baik secara pribadi dan keluarga maupun sebagai umat
dan bangsa. Lebih dari 200.000 jamaah haji kita dari Indonesia bersama dengan
sekitar 3 juta jamaah haji dari seluruh dunia selalu kita doakan agar dapat
melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya dan menjadi haji yang mabrur,
karena haji yang mabrur pasti memberi pengaruh positif dalam kehidupan ini.
Idul Adha
tahun ini kita masuki dalam suasana duka bangsa Indonesia yang dilanda oleh
berbagai musibah yang datang silih berganti, mulai dari banjir, tanah longsor,
gempa bumi sampai gunung meletus, belum lagi dengan berbagai persoalan
kehidupan yang begitu banyak, baik di desa-desa terpencil maupun di perkotaan,
satu persoalan belum terpecahkan sudah muncul lagi persoalan berikutnya. Oleh
karena itu, mengambil hikmah dari ibadah haji dan qurban serta meneladani
kehidupan Nabi Ibrahim as dan keluarganya menjadi sesuatu yang amat penting.
Paling tidak, ada lima kekuatan yang harus kita bangun pada umat kita
ini untuk bisa mengatasi persoalan dan membangun kehidupan yang lebih baik pada
masa-masa mendatang.
Pertama, kekuatan aqidah, iman atau tauhid
kepada Allah swt. Nabi Ibrahim as telah mencontohkan kepada kita bagaimana
aqidah begitu melekat pada jiwanya sehingga ia berlepas diri dari siapa pun
dari kemusyrikan, termasuk orang tuanya yang tidak mau bertauhid kepada Allah
swt sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ
وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنكُمْ وَمِمَّا
تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ
مِنَ اللَّهِ مِن شَيْءٍ ۖ رَّبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ
أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ ﴿٤﴾
“Sesungguhnya
Telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya
kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain
Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu
permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah
saja.” (QS Al Mumtahanah [60]:4).
Salah satu
dampak positif dari aqidah yang kuat akan membuat seorang mukmin memiliki
prinsip yang tegas dalam setiap keadaan, dia tidak lupa diri pada saat senang,
baik senang karena harta, jabatan, popularitas, pengikut yang banyak maupun
kekuatan jasmani dan ia pun tidak putus asa pada saat mengalami penderitaan,
baik karena sakit, bencana alam, kekurangan harta maupun berbagai ancaman yang
tidak menyenangkan, inilah yang membuatnya menjadi manusia yang mengagumkan,
Rasulullah saw bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ اِنَّ اَمْرَهُ كُلَّهُ
لَخَيْرٌ وَلَيْسَ ذَالِكَ ِلأَحَدٍ اِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ ِانْ اَصَبَتْهُ سَرَّاءُ
شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَاِنْ اَصَبَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا
لَهُ
Menakjubkan
urusan orang beriman, sesungguhnya semua urusannya baik baginya dan tidak ada
yang demikian itu bagi seseorang selain bagi seorang mukmin. Kalau ia
memperoleh kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya. Kalau ia tertimpa
kesusahan, ia sabar dan itu baik baginya (HR. Ahmad dan Muslim).
Kekuatan
umat Kedua yang harus kita bangun adalah akhlaq yang mulia.
Kondisi akhlaq masyarakat kita sekarang kita akui masih amat memprihatinkan,
bila ini terus berlangsung, cepat atau lambat yang lemah dan hancur bukan hanya
diri dan keluarga, tapi juga umat dan bangsa. Seorang ulama Mesir yang wafat
tahun 1932 M yang bernama Syauqi Bey, menyatakan :
إِنَّماَ الأُمَمُ الأَخْلاَقُ ماَ بَقِيَتْ وَإِنْ
هُمُوْ ذَهَبَتْ أَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوْا
Suatu bangsa akan kekal selama berakhlaq, bila akhlaq telah lenyap, lenyaplah bangsa itu.
Suatu bangsa akan kekal selama berakhlaq, bila akhlaq telah lenyap, lenyaplah bangsa itu.
Karena itu
melanjutkan misi Nabi Muhammad saw memperbaiki akhlaq menjadi sesuatu yang amat
penting. Profil Nabi Ibrahim dan keluarganya serta dari ibadah haji yang harus
ditunaikan oleh kaum muslimin sekali seumur hidupnya adalah menjauhi segala
bentuk keburukan dan melakukan segala bentuk kebaikan. Kesimpulan ini kita
ambil dari larangan melakukan keburukan bagi jamaah haji, Allah swt berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ
فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ
وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ
خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ ﴿١٩٧﴾
“(Musim
haji) adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya
dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh mengerjakan rafats
(perkataan maupun perbuatan yang bersifat seksual), berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Dan berbekallah kamu,
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal.” (QS Al Baqarah [2]:197)
Akhlaq mulia
tercermin dari jawaban Ismail as yang meskipun begitu siap untuk melaksanakan
perintah Allah swt berupa penyembelihan dirinya, namun ia tidak mengklaim
dirinya sebagai orang yang paling baik atau paling sabar, tapi ia merasa
hanyalah bagian dari orang-orang yang sabar karena generasi terdahulu juga
sudah banyak yang sabar, Allah swt menceritakan masalah ini dalam firman-Nya:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ
إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ
الصَّابِرِينَ
Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim
berkata: “Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu.
Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa
yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar”.(QS Ash Shaffat [37]:102).
Allahu Akbar
3X Walillahilhamdu.
Jamaah
Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.
Ketiga, kekuatan umat yang harus kita
bangun adalah kekuatan ilmu dalam arti umat ini harus menguasai ilmu
pengetahuan, bukan mencari ilmu sekadar untuk mendapat gelar kesarjanaan,
bahkan yang lebih tragis adalah gelar kesarjanaan sudah disandang, tapi tidak
ada ilmu yang dikuasai dan diamalkanya. Oleh karena itu menuntut ilmu tidak
hanya diwajibkan, tapi diberi keutamaan yang amat besar dan banyak. Generasi
Ibrahim adalah generasi yang cinta akan ilmu, karena itu ia mencarinya, di
manapun ilmu itu berada, tanpa ada perasaan puas dalam mendapatkannya, bahkan
ilmu yang didapatnya menyatu ke dalam jiwa, sikap dan tingkah lakunya, Allah
swt berfirman:
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ
وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ ﴿٤٥﴾
Dan ingatlah
hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan
yang besar dan ilmu-ilmu yang Tinggi (QS Shad [38]:45).
Oleh karena
itu, harus kita sadari bahwa amat sedikit ilmu yang kita kuasai, namun yang
amat disayangkan adalah begitu banyak orang yang malas menuntut ilmu, apalagi
ilmu agama Islam, padahal ajaran Islam harus kita amalkan dan bagaimana mungkin
kita akan mengamalkannya bila memahami saja tidak, akibatnya banyak orang yang
hanya ikut-ikutan (taklid) dalam beramal, padahal ini merupakan sesuatu
yang tidak dibenarkan, Allah swt berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ
السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
﴿٣٦﴾
Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya. (QS Al Isra [17]:36).
Allahu Akbar
3X Walillahil Hamdu.
Ma’asyiral
Muslimin Rahimakumullah.
Keempat, kekuatan umat yang harus kita
bangun adalah ukhuwah Islamiyah. Dalam ibadah haji, kaum muslimin dari seluruh
dunia dengan berbagai latar belakang yang berbeda bisa bertemu, berkumpul dan
beribadah di tempat yang sama, bahkan dengan pakaian yang sama. Ini semua
seharusnya sudah cukup untuk memberi pelajaran betapa persaudaraan antar sesama
kaum muslimin memang harus kita bangun. Bila ukhuwah Islamiyah terwujud dalam
kehidupan kita, maka sebagai umat kita punya kekuatan dan kewibawaan, berbagai
persoalan umat bisa dipecahkan, kualitas umat bisa diperbaiki dan ditingkatkan
serta musuh-musuh Islam bisa dihadapi, bahkan mereka akan takut melihat
kekuatan umat yang luar biasa. Tapi karena ukhuwah umat belum terwujud, maka
jadilah umat ini seperti buih di tengah lautan yang terus mengikuti ke mana
beriaknya ombak bukan seperti karang yang memecahkan ombak. Karena itu
peribadatan dalam Islam pada hakikatnya menyadarkan setiap muslim dan muslimah
sebagai bagian dari umat Islam sedunia dan merupakan salah satu anggota
masyarakat Islam sedunia yang tidak boleh berlepas diri dari
persoalan-persoalan dunia Islam. Begitulah yang kita peroleh dari ibadah
shalat, zakat, puasa dan apalagi haji.
Dalam
konteks kehidupan kita sekarang, mungkin saja kita berbeda-beda suku dan
bangsa, organisasi sosial dan politik, bahkan dalam kelompok-kelompok aliran
atau pemahaman keagamaan, tapi semua itu seharusnya tidak membuat kita menjadi
begitu fanatik lalu merasa benar sendiri dan menganggap kelompok lain sebagai
kelompok yang salah. Harus kita ingat bahwa ukhuwah merupakan bukti keimanan
dan bila ini belum kita wujudkan pertanda lemahnya keimanan yang kita miliki,
Allah swt berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ
أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٠﴾
Sesungguhnya
orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertaqwalah Allah, supaya kamu
mendapat rahmat (QS Al Hujurat [49]:10).
Kekuatan
umat Kelima yang harus kita bangun adalah kekuatan ekonomi, ini
pelajaran yang bisa kita ambil dari Nabi Ibrahim as beserta keluarganya yang
mau berusaha untuk mencari rizki yang halal, bukan menghalalkan segala cara.
Kesulitan hidup tidak bisa dijadikan alasan untuk menghalalkan segala cara
dalam mencari harta, apalagi kita memang tidak sesulit generasi terdahulu dalam
memperoleh rizki. Keyakinan bahwa Allah punya maksud baik dan rizki di tangan-Nya
membuat manusia seharusnya mau berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Siti Hajar berusaha mencari rizki yang dalam rangkaian
ibadah haji disebut dengan sa’i. Oleh karena itu Allah swt senang kepada siapa
saja yang berusaha secara halal meskipun harus dengan susah payah, Rasulullah
saw bersabda:
إنَّ للهَ تَعَالىَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى تَعِبًا
فىِ طَلَبِ الْحَلاَلِ
Sesungguhnya Allah cinta (senang)
melihat hambanya lelah dalam mencari yang halal (HR. Ad Dailami).
Usaha yang
halal meskipun sedikit yang diperoleh dan berat memperolehnya merupakan sesuatu
yang lebih baik daripada banyak dan mudah mendapatkannya, tapi cara
memperolehnya adalah dengan mengemis yang hanya akan menjatuhkan martabat
pribadi. Bila mengemis saja sudah tidak terhormat apalagi bila mencuri atau
korupsi dan cara-cara yang tidak halal lainnya. Rasulullah saw bersabda:
َلأَنْ
يَحْمِلَ الرَّجُلُ حَبْلاً فَيَحْتَطِبَ بِهِ، ثُمَّ يَجِيْءَ فَيَضَعَهُ فِى
السُّوْقِ، فَيَبِيْعَهُ ثُمَّ يَسْتَغْنِىَبِهِ، فَيُنْفِقُهُ عَلَى نَفْسِهِ
خَيْرٌلَهُ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ، اَعْطَوْهُ اَوْمَنَعُوْهُ.
Seseorang
yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar, lantas
dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan
dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik daripada seorang yang meminta minta
kepada orang-orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak (HR. Bukhari dan
Muslim).
Demikianlah
khutbah ied kita pada pagi ini, semoga memotivasi kita untuk terus berjuang
dengan penuh kesungguhan guna memperbaiki diri, keluarga, umat dan bangsa.
Akhirnya marilah kita tutup dengan do’a:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ
عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا
وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ
زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ
شرٍّ
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ
بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ
وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا
وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا
وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى
دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا
وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا
مَشْكُوْرً وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرًا
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Tanggapan Yach......."